
Co-Founder Malaka Project, Cania Citta Irlanie sharing terkait pandangannya terhadap masa depan pendidikan di Indonesia dengan mahasiswa baru Unesa.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tahun ini terasa spesial, pasalnya mahasiswa baru berkesempatan berdiskusi langsung dengan Co-Founder Malaka Project, Cania Citta Irlanie pada Puncak Inagurasi PKKMB di Graha Unesa, pada Senin, 25 Agustus 2025.
Pada kesempatan itu, perempuan yang akrab disapa Cania itu menyampaikan tentang masa depan pendidikan Indonesia. Menurutnya, pendidikan diciptakan untuk melahirkan manusia yang cerdas, rasional, mampu mengambil keputusan, berempati, dan memahami dunia dengan baik.
Pendidikan sendiri memiliki dua tujuan baik secara sosial maupun individu. Secara sosial, pendidikan membentuk masyarakat agar dapat berpikir logis dan benar. Secara individual, pendidikan membantu setiap orang meraih cita-cita dan impiannya.
Ada berbagai cara untuk melihat kondisi pendidikan. Salah satunya melalui kompetensi yang dimiliki tenaga pendidik. Dewasa ini, terdapat masalah besar dalam konteks kompetensi guru di Indonesia. Skor kompetensi guru tidak pernah mencapai angka 60%, selalu berada di bawah itu.
Masalah lainnya terletak pada mekanisme insentif, di mana kenaikan gaji tidak selalu diiringi dengan peningkatan performa. Acuan gaji lebih banyak didasarkan pada lama kerja, bukan pada kinerja. Persoalan ini lebih besar daripada sekadar urusan uang atau anggaran, karena mekanisme pengelolaannya pun belum terhubung dengan kualitas yang ingin dicapai.

Serba-serbi eskpresi dan kreativitas mahasiswa baru dalam puncak inagurasi PKKMB Unesa.
Selain itu, wewenang pendidikan di Indonesia sebagian besar berada di daerah, bukan di pemerintah pusat. Akibatnya, banyak hal yang tidak dapat dijalankan oleh pusat meskipun mahasiswa atau masyarakat menginginkan adanya perubahan revolusioner.
“Otonomi daerah juga seringkali berjalan beriringan dengan ketimpangan,” imbuhnya.
Ketika otonomi diberlakukan di berbagai daerah, ketimpangan pendidikan pun muncul, karena perbedaan kompetensi pengelola menghasilkan hasil yang berbeda meskipun sumber daya dan anggaran disamakan.
Untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, dibutuhkan dua hal utama, yakni adanya seleksi dan kompetisi. Namun, kenyataannya hal tersebut belum berjalan dengan baik.
Inilah sebabnya kualitas pendidik masih belum memadai, sehingga outcome pendidikan pun rendah. Kenaikan anggaran tidak akan berdampak signifikan terhadap kualitas apabila mekanismenya tidak diperbaiki.
“Tidak ada anggaran yang efektif tanpa tujuan yang jelas dan bisa diuji ketercapaiannya,” ujarnya. Berbagai tantangan ini perlu menjadi perhatian bersama, termasuk perguruan tinggi. Di akhir, alumnus UI itu mendorong maba Unesa untuk semangat belajar dan mengembangkan potensi dan kompetensi. []
***
Reporter: Diva Novana Widia Putri (FEB)
Editor: @zam*
Foto: Tim Humas Unesa
Share It On: