
BIKIN BANGGA! Arya Mahendra berhasil mempersembahkan gelar sarjana lengkap dengan beasiswa Unesa kepada orang tuanya. Congratulation ya!
Unesa.ac.id. SURABAYA—Cita-cita masa kecil Arya Mahendra adalah menjadi presiden. Namun, seiring perjalanan hidup, ia menyadari bahwa perubahan besar bangsa tidak selalu lahir dari kursi kekuasaan tertinggi. Jalan yang ia pilih berbeda, tetapi tak kalah mulia, yaitu menjadi pendidik.
Lulusan terbaik Prodi S-1 PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu berhasil menorehkan prestasi gemilang dengan IPK 3,95 pada Wisuda ke-115 Unesa akhir pekan lalu.
Bagi pria kelahiran Bojonegoro tahun 2003 ini, pendidikan dasar adalah kunci masa depan bangsa. “Esensi kemajuan bangsa berawal dari pendidikan dasar. Dari situlah generasi muda disiapkan agar cerdas, berkarakter, dan berdaya saing,” ujar Arya.
Pengalaman Arya semakin menguatkan tekadnya ketika ia terjun langsung melalui Program Kampus Mengajar di SDN Rayung 1 Tuban dan Program Surabaya Mengajar di SDN Lontar 481 Surabaya.
Dari sana, ia melihat langsung kesenjangan antara pendidikan di desa dan kota: keterbatasan fasilitas belajar hingga beragam karakter siswa.
“Momen pertama kali saya dipanggil ‘Pak’ oleh siswa benar-benar berkesan. Saat itu saya merasa panggilan hati saya semakin jelas. Menjadi guru bukan hanya profesi, tetapi ikatan batin yang menyalakan obor perubahan bangsa,” ungkapnya.
Tak hanya unggul di akademik, Arya juga mengharumkan nama kampus lewat sederet prestasi. Ia meraih juara 1 Lomba Microteaching Nasional di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (2023) serta juara 1 Lomba Microteaching Nasional di Universitas Negeri Padang (2024).
Semua pencapaian itu lahir dari prinsip hidup yang selalu ia pegang: OIT (Optimis, Ikhtiar, Tawakal). “Apa yang dipelajari di kelas tidak selalu sama dengan realitas di sekolah. Tantangan itu menguji saya, apakah hanya sekadar mengejar nilai atau benar-benar siap menjadi guru,” jelasnya.
Dalam tugas akhirnya, Arya menciptakan media pembelajaran inovatif bernama BADAS (Belajar Asik Kebudayaan Surabaya) berbasis Differentiated Learning. Media ini dirancang agar siswa belajar sesuai gaya dan minat masing-masing, sekaligus menumbuhkan kecintaan mereka pada budaya lokal.
“Saya ingin peserta didik bukan hanya memahami materi, tetapi juga mencintai budaya daerahnya,” kata Arya.
Ke depan, Arya bertekad melanjutkan studi S-2 di bidang Pendidikan Dasar dan mengabdikan diri lebih luas sebagai pendidik maupun dosen. Ia ingin terus menghadirkan inovasi dan solusi atas tantangan pendidikan di Indonesia.
Baginya, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan jalan panjang untuk menyalakan revolusi pendidikan. “Saya berusaha untuk belajar tidak untuk nilai atau gelar, tetapi untuk membentuk hati, pikiran, dan karakter. Semoga saya bisa menjadi pendidik yang inspiratif, adaptif, dan revolusioner,” tutupnya penuh keyakinan.][
***
Reporter: Mochammad Ja'far Sodiq (FIP)
Editor: @zam*
Foto: Tim Humas Unesa
Share It On: