
(foto/ilustrasi: freepik.com)
Unesa.ac.id. SURABAYA—Belakangan, berbagai data dan temuan terkait paparan screen time yang berlebih pada anak dan remaja kian mengkhawatirkan. Pasalnya, semakin banyak waktu yang digunakan depan layar monitor atau handphone, semakin besar pula dampaknya terhadap aspek perkembangan mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan guru besar Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Nanik Indahwati dan tim pada 355 siswa SMP di Surabaya berusia antara 12-15 tahun 2024, screen time berlebih bisa menyebabkan risiko kesehatan fisik atau motorik, dan emosi (negatif) atau mental anak.
Penelitian tersebut menghasilkan temuan yang patut menjadi perhatian bersama, baik semua orang tua, maupun guru atau pihak sekolah. Pasalnya, rata-rata waktu yang dihabiskan anak di depan layar mencapai 5,9 jam per hari.
Dalam seminggu, anak menggunakan 41,3 jam di depan layar gawai atau monitor mereka. Screen time lebih banyak digunakan pada malam hari (70,7%), lalu sore hari (21,1%), dan siang hari (7,3%). Sementara pagi hari karena sekolah dan aktivitas belajar aksesnya terbilang sedikit (0,8%).
“Sebanyak 91,5% gawai digunakan untuk bermedia sosial dan bermain games, hanya 8,5% yang menggunakannya untuk kepentingan belajar dan bekerja,” bebernya.
Semakin tinggi frekuensi dan durasi anak terpapar layar smartphone atau monitor, maka semakin buruk kondisi kesehatan mentalnya. Jika ditelusuri lebih dalam, aspek mental yang paling terasa dampaknya pada relasi sosial anak, aktivitas harian, dan well-being atau kesejahteraan psikis.
Karena screen time berlebih, anak berisiko mengalami gangguan kecemasan hingga depresi. Pun, berimbas pada masalah konsentrasi, dan impulsivitas atau kecenderungan anak mengambil keputusan yang tiba-tiba tanpa memikirkan akibat atau konsekuensinya.
Selain itu, anak jadi lupa waktu makan, dan jam atau pola tidurnya pun jadi berantakan. Pola makan dan tidur yang berantakan berpengaruh pada kondisi fisik, dan ketentraman emosi.Paparan layar yang berlebihan dapat memengaruhi struktur dan fungsi otak, termasuk area yang berkaitan dengan daya pikir, dan kontrol emosi.
Anak jadi kurang beraktivitas fisik dan interaksi sosial langsung. Padahal, aktivitas fisik penting untuk pelepasan endorfin yang meningkatkan mood, serta mengurangi stres. Interaksi sosial langsung juga krusial untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, empati, dan regulasi emosi.
Cahaya biru pada layar mengganggu produksi melatonin, hormon tidur, yang menyebabkan gangguan pada ritme sirkadian tubuh. Tidur yang tidak berkualitas berdampak langsung pada regulasi emosi, konsentrasi, dan kemampuan anak mengatasi stres.
Mengingat dampak-dampak tersebut, penting bagi orang tua untuk membatasi screen time anak sesuai rekomendasi usia (misalnya, WHO merekomendasikan anak usia 2-4 tahun tidak lebih dari 1 jam sehari, dan anak usia 5-17 tahun tidak lebih dari 2 jam sehari), serta mendampingi dan memilih konten yang edukatif dan sesuai usia.
Mendorong aktivitas fisik dan interaksi sosial di dunia nyata juga sangat penting untuk kesehatan mental dan perkembangan anak secara menyeluruh. Peran sekolah dan orang tua menjadi kunci selain di aspek pendampingan, juga edukasi dan mengajak mereka rutin beraktivitas fisik atau olahraga.[]
***
Reporter: Medina Azzahra (FBS)
Editor: @zam*
Sumber: Diolah dari paper ilmiah yang disampaikan Prof. Dr. Nanik Indahwati, S.Pd., M.Or. dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar bidang belajar motorik Unesa tahun 2024.
Share It On: